Salam cinta dari Ania

Photobucket

Rabu, 22 Juni 2011

Akhlakul Karimah


Suatu hari Nabi bertanya, “Maukah kalian kuberitahu siapa yang paling kucintai?”
“Tentu ya Rasul,” jawab mereka. Beliau bertanya sekali lagi dan menegaskan, “Orang yang paling baik akhlaknya.” [H.R Ahmad]

“Jejak-jejak akhlakku akan tetap berada di tengah-tengah umatku hingga hari kiamat. Satu-satunya alasan bagi kemuliaan dan kebanggan bagi setiap orang adalah akhlak mereka. Dalam pekerjaan mereka, perolehan, kebiasaan, keadaan mereka saat ini, keberhasilan sejati hanya dicapai melalui akhlak yang baik, terutama jika akhlak itu disempurnakan dengan keadilan.” [Nabi Muhammad SAW]

Tujuan Mempelajari Akhlak
Pertama, tujuan diutusnya Nabi dan Rasul
          Pernahkah kita berpikir, apakah tujuan diutusnya Nabi dan Rasul? Nabi Muhammad SAW bersabda, “Aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.” [HR Imam Malik]. Lalu Alloh SWT menegaskan dalam kalam-Nya, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) Rahmat bagi semesta alam.” [QS 21: 107]. Bandingkan zaman sebuah peradaban ketika sebelum dan sesudah diutusnya Rasul. Begitu kontras, bukan? Yap. Seorang Rasul memberikan peringatan kepada umatnya untuk kembali ke jalan kebaikan dan penuh cahaya, melalui perbaikan akhlak.

Kedua, melenyapkan kesenjangan antara akhlak dan ibadah
Coba kita bermusahabah terhadap amalan ibadah yang dilakukan; shalat, zakat, puasa, haji, dan sebagainya. Tentunya, Alloh SWT memberikan hikmah kebaikan di antara segala amal ibadah yang kita lakukan. Tujuan utama seluruh ibadah adalah perbaikan akhlak. Shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar [QS 29: 45]. Zakat dapat menyucikan jiwa dan harta kita [QS 9: 103]. Maksud menyucikan adalah mendidik dengan akhlak yang baik. Begitu pula dengan haji, ibadah latihan disiplin akhlak yang cukup berat [QS 2: 197].
Kesenjangan yang sangat jauh antara akhlak dan ibadah menghasilkan dua tipe manusia. Pertama, manusia yang rajin beribadah, tetapi buruk akhlaknya. Kedua, manusia yang beraklahk baik, tetapi buruk ibadahnya. Keduanya merupakan tipe yang buruk dan tidak dibenarkan di dalam Islam. Tujuan kita mempelajari akhlak adalah membentuk pribadi yang tekun beribadah sekaligus berakhlak mulia.

Ketiga, agar kita menjadi orang-orang yang mengamalkan
Sebuah ilmu akan terasa sia-sia, jika kita mengetahui namun tidak mengamalkannya dengan baik. Nah, tujuan kita mempelajari akhlak adalah agar kita mengamalkan apa yang kita ketahui sehingga menemukan hikmah kebaikan di dalamnya.



Keempat, agar kita tidak menjadi sebab yang menyesatkan manusia
Tujuan mempelajari akhlak lainnya adalah akhlak mencegah kita dari perbuatan keji dan munkar sehingga kita tidak menjadi contoh yang buruk bagi sesama. Misalnya, ibadahnya menakjubkan banyak orang namun akhlak buruknya menyesatkan mereka.

Keutamaan Akhlak yang Baik
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” [HR Abu Daud] “Orang yang paling baik Islamnya adalah yang paling baik akhlaknya.” [HR Iman Ahmad]. Subhanallah, mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya dan yang paling Islamnya adalah yang paling baik akhlaknya. Selain itu, orang yang paling dicintai Nabi adalah orang yang paling baik akhlaknya.
Seperti kita ketahui, bahwa makhluk yang paling baik akhlaknya dan patut dijadikan teladan bagi kita adalah Rasulullah SAW. Meskipun beliau tergolong orang yang ma’sum (terbebas dari dosa), beliau selalu berdoa, “Ya Alloh, berilah aku petunjuk kepada akhlak yang baik. Tidak ada yang bisa memberikan petunjuk kecuali Engkau.” Dan pada saat bercermin, beliau selalu berdoa, “Ya Alloh, sebagaimana telah Kau jadikan diriku rupawan, buatlah akhlakku menawan.

Bercermin dari Pewaris Surga
Wanita yang paling bahagia adalah wanita yang bisa lapang dalam kesempitan, bisa tersenyum dalam kesedihan, dan senantiasa istiqomah dalam jalan kebaikan. Tak kalah pentingnya adalah akhlakul karimah, sebuah akhlak yang mengantarkannya ke surga firdaus.
Para bidadari surga pun cemburu kepada mereka, wanita yang baik akhlaknya. Tak heran, mereka pun dirindukan surga dan kisah kebaikan mereka abadi sepanjang zaman. Lihatlah wanita pewaris surga; Siti Khodijah, wanita tangguh yang diridhoi oleh suaminya; Maryam, seorang remaja muslim yang senantiasa menjaga kesuciannya; Siti Aisyah, seorang isteri dengan pertahanan iman yang kuat dari tekanan Fir’aun Mesir; Fatimah Az Zahra, seorang anak yang berbakti kepada orang tuanya. Sanggupkah kita meneladani sifat akhlakul karimah mereka? Atau mungkin kita hanya berdiam diri, merasa sudah baik akhlaknya sehingga enggan untuk perbaikan diri? Naudzubillah, semoga kita tidak tergolong orang-orang demikian dan senantiasa berusaha untuk menjadi ihsan yang selalu berbuat baik.

Sumber artikel:
Al Qur’anul Kariim Terjemahan. 2000. Al Aliyy. Bandung: Diponegoro.
Khaled, Amr. 2010. Buku Pintar Akhlak. Jakarta: Zaman.

An Maharani Bluepen
Pagi yang cerah
230611-07:30

Tidak ada komentar:

Posting Komentar