Salam cinta dari Ania

Photobucket

Kamis, 29 Oktober 2009

New QUANTUM TARBIYAH

Buah karya Solikhin Abu ‘Izzuddin ini merupakan buku motivator bagi seorang pementor untuk senantiasa berprestasi, dan membentuk kader dahsyat full manfaat. Latar belakang pembuatan buku sang penulis berharap melalui buku ini beliau ingin berpartisipasi menyajikan solusi agar dakwah yang semakin berat dan amanah yang semakin besar bisa ditunaikan dengan baik.

Intisari buku New QUANTUM TARBIYAH:

Global Thinking. Bagian ini berisi kabar gembira untuk penggiat tarbiyah untuk mendapatkan “parcel khusus dari Alloh”. Hal ini merupakan spiritualitas tarbiyah dan amunisi agar rajin ngaji bagi seorang da’i yakni mendapatkan pahala amal yang besar untuk menuju ‘tHe highway to heaven’.
Kontrak tarbiyah. Berisi tentang kesepakatan pementor. Energi janji sebagai inspirasi berprestasi.
Spirit yang hilang. Bagian ini merupakan inspirasi untuk mengembalikan spirit tarbawi. Banyak kabar tak sedap ketika kader mulai terlelap dalam khilaf, tersesat dalam maksiat, ternoda dengan dosa, dan akhirnya terseret ke penjara dunia dan akhirat.
Breaking the limit. Memecahkan kebekuan dengan mengubah paradigma. Bila kita tidak bisa mengubah keadaan, ubahlah cara kita menghadapinya.
New Quantum tarbiyah. Menghadirkan gairah tarbiyah dengan mengemas secara baru dan jitu sepanjang waktu.
Kader dahsyat full manfaat. Kader adalah aset pergerakan, motor perubahan, inspirator sekaligus konduktor dalam orkestrasi pembelajaran.
Hadirkan jannah dalam halaqah. Pada bagian inilah kita bersama belajar mendahsyatkan diri mutarobbi menjadi murobbi.
Kini engkau menjadi murobbi. Jadilah murobbi, minimal sekali untuk diri sendiri. Kita mampu mengarahkan orang lain bila berhasil merefleksikan kebaikan dalam diri kita. Sebab, “Yang pandai berbuat untuk orang lain hanyalah orang yang pandai berbuat untuk dirinya sendiri,” begitulah taujih dari Abdullah bin Wahab.
Dalam bagian penutup, sang penulis menyajikan salah satu contoh profil murobbi ideal, identitas halaqah, visi dan misi halaqah,dan program-program tarbiyah.


Izzuddin, Solikhin Abu. 2009. New Quantum Tarbiyah. Yogyakarta: Proumedia.

Proses tarbiyah..

Salah satu jaminan dari proses tarbiyah adalah melahirkan sebuah kepribadian yang integral, tidak mendua dan tidak terbelah. Integritas kepribadian muslim yang ditempa di jalan tarbawi tercermin baik keteguhan akidahnya, keluhuran akhlaknya, kebersihan jiwanya, maupun kebaikan hatinya.

Keberhasilan sebuah dakwah akan tampak sejauh mana bila dihadapkan oleh situasi dan kondisi yang menguji integritas kepribadiannya. Sebagaimana halnya ketika terjadi tragedi “Haditsul Ifki” yang menimpa Aisyah RA, dan Shofwan al Mu’attho. Masih inget bukan? Pada saat itu Aisyah tertinggal dalam rombongan muslim kemudian ditolong oleh pemuda muslim yang sholeh, Shofwan al Mu’attho. Namun ketika sampai di tempat tujuan mereka menjadi bahan gunjingan orang-orang, termasuk kaum mukmin.
Banyak orang yang tidak terjamin akhlaknya hingga turut menyebarluaskan fitnah keji tersebut. Bandingkanlah dengan para sahabiyah yang terjamin kualitas tarbawinya, yang menjaga lisannya, yang lebih senang mengutamakan sikap husnudzon kepada ummul Mu’minin Aisyah RA, cukuplah isteri Abu Ayyub al-Anshari mewakili keluarga para shabiyah yang berhati mulia. Hmm..sungguh isteri Abu Ayyub mensikapi kasus tersebut dengan penuh rasa ukhuwwah dan mencintai saudaranya karena Alloh SWT.

Berkenaan dengan gunjingan yang menimpa Aisyah RA, isteri Abu Ayyub al-Anshari berkata kepada suaminya, “Wahai Abu Ayyub, jika Engkau yang menjadi Shofwannya, apakah engkau berbuat yang ‘tidak2’ kepada isteri Rasulullah SAW, sedangkan Shofwan lebih baik daripada engkau. Wahai Abu Ayyub, kalau aku jadi Aisyah, tidak akan pernah aku mengkhianati Rasulullah SAW,.sedangkan Aisyah lebih baik daripada aku.”
Dengan kata lain isteri Abu Ayyub al-anshari RA mengingatkan suaminya bahwa suaminya yang tidak lebih baik dari Shofwan RA saja tidak ada berpikiran buruk terhadap Aisyah RA sebagaimana yang digunjingkan oleh banyak orang,.apalagi Shofwan yang jauh lebih baik daripada suaminya. Dengan demikian mustahil jika Shofwan melakukan hal-hal yang sebagaimana dituduhkan banyak orang. Begitu pula isteri Abu Ayyub al-Anshari yang menganggap dirinya yang tidak merasa tidak lebih baik daripada Aisyah RA, tidak pernah terlintas untuk tega mengkhianati suaminya, apalagi Aisyah yang dalam pandangannya jelas jauh lebih baik daripada Aisyah. Perkataan isteri Abu Ayyub Al-anshari mengandung tausyiah agar kita menjaga lisan, mendahulukan husnudzon, dan menonjolkan sikap tawadhu’ sebagai terbukti terjaminnya hasil dakwah.
Tuduhan yang bohong terhadap ‘Aisyah RA, Ummul mukminin lebih lengkapna tertuang dalam QS An-Nur (24) : 11 – 26.

“Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang Mukmin dan Mukminat tidak berprasangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata, ‘inilah suatu berita bohong yang nyata’ (QS 24: 12).