Salam cinta dari Ania

Photobucket

Sabtu, 22 September 2012

Syahadat - Kalimat Maha Dahsyat -


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Bismillaahirrahmaanirrahiim 



Terik panas kota Atlas tak membuatku pasrah untuk menghentikan perjalanan ke Smaga. Melewati jalanan berdebu, fly over dengan hiruk pikuk kemacetan ataupun keramaian pasar Karang Ayu hingga melewati jembatan Banjirkanal yang sedang direnovasi. Jam sepuluh sudah lewat sepuluh menit, dan dapat disimpulkan bahwa aku terlambat dalam menghadiri pertemuan pekanan bersama adik-adik yang baru ku kenal dua minggu silam. Waktu menjadi bernilai, saat detiknya terlewatkan begitu saja. Semoga keterlambatan ini menjadi pelajaran penting untuk menghargai waktu. Al Waqtu Al Hayah [Waktu adalah kehidupan]..


Tak terasa sudah lima tahun status alumni melekat pada diriku. Di tempat inilah, proses metamorfosisku dimulai. Saat pertama kalinya mengenakan jilbab, mendapatkan hidayah manis melalui persaudaraan yang erat, dan hal yang menarik lainnya adalah merajut mimpi, memperoleh transformasi ilmu, serta mengenali ajaran Islam lebih dekat. Ah, begitu indah, jika kenangan itu muncul kembali dalam ingatan.

Ar Royan, mushola kecil yang selalu menjadi tempat singgah para siswa yang ingin menghadap Sang Pencipta, ataupun sebagai tempat diskusi yang nyaman dan rindang karena suasana hijau di sekelilingnya. Bahkan, tempat ini pula menjadi tempat rehat yang asyik tatkala pikiran penat melanda usai jam pelajaran sekolah. Sesuai dengan namanya, Ar Royan yang berarti ‘pintu-pintu surga’ yang diharapkan setiap muslimin yang singgah di tempatnya untuk bersemangat menyerukan amalan kebaikan dalam setiap kesempatan. Dan tahukah, sobat, bahwa syahadatain merupakan kunci dari pintu-pintu syurga itu? :)

Aku liat wajah adik-adikku satu per satu. Beberapa menit sebelumnya, aku menanti kehadiran mereka yang tak kunjung datang. Padahal, sebenarnya mereka sudah datang on time jam sepuluh dan tak merasakan kehadiranku. Karena keterlambatanku, mereka tak menemuiku hingga meninggalkan mushola. Satu jam aku menunggu, dan berharap kehadiran mereka. Alhamdulillah, berkat izin dari-Nya,  kami dipertemukan kembali dalam kondisi iman yang kuat, badan yang sehat dan terus semangat. Kali ini, aku memang sengaja membuka perkenalan untuk mengenali mereka lebih dekat satu sama lain. Ada adik Aulia, yang selalu rajin hadir setiap pekan; adik Rahma, yang selalu tampil ceria; dan adik Amalia, yang tampil lebih dewasa. Tiga adik yang hadir dalam kajian siang itu membuatku bersemangat kembali.

Sebelum membahas materi, aku sengaja mengingatkan kembali tentang peringatan hari jilbab internasional yang jatuh pada tanggal 3 September lalu. Aku tanyakan apa motivasi mereka memakai jilbab, kemudian dituliskan dalam secarik kertas. Ada yang bilang karena nazar, ikut-ikutan teman, atau sekedar murni menutup aurat. Surat An Nuur ayat 31 dan Al Ahzab ayat 159 menjadi dua ayat pengingat dan landasan istiqomah bagi setiap muslimah dalam menutup aurat. Ada hikmah yang tersembunyi yang mungkin belum diketahui sebelum memakai jilbab. Setelah ditelusuri, dan diyakini dengan hati, ternyata banyak hikmah manis yang terbukti, bahwa keinginan memakai jilbab bukan sekedar karena mematuhi syariat, tetapi menjadikan ruhani dan jasmani kita semakin kuat, semakin anggun, memancarkan inner beauty, sekaligus menampakkan jati diri sebagai seorang muslimah. Efek positif lainnya adalah menghindarkan diri dari segala macam bentuk gangguan.

 Pertanyaan selanjutnya mengenai sasaran materi yang berkaitan dengan syahadatain. Aku menanyakan frekuensi mereka mengucapkan syahadatain dalam keseharian dan seberapa penting makna syahadatain dalam kehidupan. Aku kembali merefleksikan, bahwa saat ini kaum Yahudi sudah semakin berani mencela dan memerangi Islam secara terang-terangan. Segala media mereka kuasai untuk menghancurkan umat muslim dengan segala aksi, termasuk memanfaatkan media berita, ataupun jejaring dunia maya yang banyak dikonsumsi generasi muda. Kaum liberalis-pun mendominasi dan umat Islam semakin dipojokkan.

Pernahkah kita berpikir, mengapa kita memilih Islam sebagai jalan terbaik, dan menjadikan Alloh sebagai Tuhan satu-satunya di dunia ini? Lalu, apakah benar, sosok Rasulullah SAW benar-benar kita jadikan teladan sepanjang zaman? Lantas, apakah syahadatain yang sering kita ucapkan tiap hari dalam sholat dan do’a-do’a kita mampu mengantarkan perubahan revolusioner yang berarti untuk kepribadian kita? Satu hal yang utama, seberapa besarkah komitmen yang sudah kita berikan untuk mengaplikasikan kalimat syahadatain dalam kehidupan sehari-hari? Deretan pertanyaan ini tak sekedar menjadi pertanyaan klasik bagi kita sebagai umat Rasulullah SAW yang mulia. Namun, memang perlu dipertanyakan kembali untuk memperbaharui segala jenis kecintaan kita terhadap Alloh dan menjadikan Islam sebagai satu-satunya agama yang Diridhoi-Nya.

Aku ingatkan kembali mereka pada kisah Umar ibn Khattab, khalifah kedua yang memiliki histori keislaman yang dramatis.

Awalnya, Dia adalah seorang lelaki yang kejam dan bengis. Bisa dikatakan bahwa dia adalah gembong mafia Arab yang sangat membenci Rasulullah SAW. Salah satu bukti kekejamannya adalah tega mengubur darah dagingnya hidup-hidup. Apakah anaknya bersalah? Tentu tidak, anaknya baru berumur dua tahun. Hanya satu alasan yang membuat jiwanya kerdil, yakni anaknya berjenis kelamin perempuan.

Selanjutnya, dirinya murka. Ketika Tuhan Gandum dan batu yang selama ini dia sembah dan dihinakan oleh seorang mulia di antara kaumnya. Dengan darah menggelegak di kepala, dia berteriak mencari Rasulullah SAW. Tiba-tiba di jalan seseorang menghadangnya, “Hai kau kenapa marah-marah dan akan membunuh Muhammad. Adikmu saja telah masuk agamanya.” Mendengar hal itu, amarahnya semakin membara.

Fathimah, adik perempuannya ditemuinya lalu ditampar, dipukul, dan diinterogasi. Ia hendak merusak kitab suci yang sedang dipegang oleh adiknya itu. “Aku takkan menyerahkan Al Qur’an ini kepadamu, karena ini hanya boleh disentuh oleh orang yang suci,” ucap Fathimah. Maka, ia-pun mensucikan diri dan dengan gemetar sang adik menyerahkan kitab itu padanya. Umar membacanya dengan seksama dan ia sangat terpana, hatinya luluh seketika. Tahukah QS yang sedang ia baca, sobat? Baca saja QS ke-20 dari Al Qur’anul Kariim tersebut. Sungguh, makna dari ayat-ayat pertama sangat menyejukkan jiwa. “Ini bukanlah perkataan mulia,” ucap Umar meneguk hidayah yang diberikan Alloh SWT. Di hadapan sang nabi beliau langsung mengucapkan syahadat dengan lantang. Dia mulai memeluk agama Islam dan menyesali atas perlakuan di masa jahiliyah. Akhirnya, dia menjadi pembela Islam yang setia dan sahabat terbaik setelah Abu Bakar ash Shidiq. Bayangkan saja, syahadatain menjadi kunci perubahan revolusioner yang maha dahsyat bagi seorang Umar, gembong mafia dari negeri Arab berubah menjadi muslim yang taat ^^

Apa saja syarat dari diterimanya syahadat Umar?

Yuk, kita telusuri penyebabnya..Ternyata kuncinya adalah 2P5K [Pengetahuan, Penerimaan, Keyakinan, Keikhlasan, Kejujuran, Kecintaan, dan Kepatuhan]. Sebaliknya, sikap-sikap yang menjadikan syahadat kita tertolak adalah 6K1P [Kebodohan, Keraguan, Kesyirikan, Kebencian, Kedustaan, Keingkaran dan Penolakan tidak beramal]. Jika syarat-syarat diterimanya syahadat terpenuhi, maka sudah sepantasnya seorang muslim rela untuk diatur oleh Alloh SWT, Rasulullah SAW, dan agama Islam dalam perilaku sehari-hari.  

Tak hanya Umar ibn Khattab, ada kisah Bilal, muadzin pertama Islam yang tadinya seorang budak penurut dan rendah diri kemudian tiba-tiba menjadi seorang yang memiliki harga diri dan kemuliaan setelah memeluk Islam.

Asyahadu ala ilaha illaallah wa asyhadu anna Muhammadan rasulullah. Aku bersaksi bahwa tidak Tuhan selain Alloh dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Alloh SWT. Syahadat adalah pernyataan, sumpah, dan perjanjian umat muslim untuk melakukan apa-apa yang menjadi perintah dan larangan Alloh SWT. Syahadat sebagai dua kalimat Maha Dahsyat yang mampu membuat seseorang berubah totalitas dalam keburukan kepada totalitas dalam kebaikan.
Urgensi Syahadatain (QS 4:41, QS 2:143, QS 70:33
a.     Pintu gerbang masuk muslim
b.     Intisari ajaran Islam, ikhlas, dan Ittiba’
c.      Dasar-dasar perubahan total; pribadi dan masyarakat.
d.     Hakikat dan dakwah para Rasul
e.     Keutamaan yang besar; kebahagiaan dunia akhirat serta pintu masuk syurga.

Lantas, kenapa kaum muslimin hari ini tidak seperti mengerti kandungan makna syahadat secara benar? Kenapa ada yang disebut Islam KTP atau Islam abangan dan disimpulkan Ngakunya Islam, tapi perilakunya tak islami, tak pernah sholat, puasa, zakat, dan haji. Kalo udah haji berkali-kali tapi rasa rendah hatinya tak tampak. Ataupun begini, tiap hari berjilbab, tapi kenapa masih ada aurat yang tampak dan berperilaku tak islami?

Sobat, bahkan terkadang kita temukan orang-orang yang terlalu asyik membiarkan dirinya bergelimang dalam keburukan dan kesia-siaan. Kemudian dengan santai mengatakan, “Ah gampang, ntar kalo mati, ngucap syahadat aja biar masuk syurga.” Padahal, tak semudahnya syahadat terucap, saat mulut, hati, dan pikiran masih menduakan kehadiran Alloh SWT. Pada kondisi seperti itu, maka seseorang tak dapat lagi memikirkan apa yang diucapkan. Hal yang keluar dari mulutnya saat ajal menjemput adalah apa yang sering diucapkan, dan dipikirkan.

Mari kita rancang apa yang kita ucapkan di akhir hidup kita nanti dari sekarang. Jika kita ingin mengucap kalimat syahadat, maka seharusnya kita memahami syahadat ini dengan ilmu, meresapi dalam relung jiwa, dan mengaplikasikan dalam perilaku kita. Semoga kami senantiasa menikmati hidayah dari-Mu, dan melakukan konsekuensi dari syahadatain yang telah kami ucapkan, ya Rabb..

Allohummarzuqna bi khusnil khootimah. Ya Alloh, karuniakanlah kepada kami akhir kehidupan yang baik. Aamiin.

Pertemuan kecil kami ditutup dengan do’a rabitah (pengikat hati), dan do’a kafaratul majelis yang senantiasa menentramkan. Semoga minggu depan, masih ada kesempatan untuk saling berbagi kisah inspiratif dan hikmah bersama adik-adik sekalian.. Miss you all..

An Maharani Bluepen
6 Dzulkaedah Awal 1433 H

Sumber;
Al Qur'an
ISLAM. Light of Life. BPMAI UNDIP 2010.
Kurikulum Tarbiyah Islamiyah. Buku 1.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar