Salam cinta dari Ania

Photobucket

Kamis, 07 Februari 2013

Aku dan Halaqoh


Oleh: Ania Maharani

Masa SMA adalah masa sejarah bagi perkembangan diriku sebagai seorang muslimah. Bermula dari ikut kajian rutin setiap hari Jum’at sambil menunggu ekstra kurikuler pramuka di mushola kecil Ar Royan. Kemudian, aku dikelompokkan menjadi lingkaran kecil yang bernama Liqo, dibimbing langsung oleh alumni SMAGA. Karakter mbak mentor yang pendiam, sangat sabar, mampu membina kelompok kecilku hingga masa lulus SMA. Aku masih ingat nama beliau yang seindah akhlaknya, namanya mbak Indah. Setelah tidak bertemu beberapa tahun, beliau masih ingat kepada kami. Beliau tak lupa mengundang para mutarobbinya di SMA untuk menghadiri hari walimahannya. Bagaimana, ya, kabarnya kini? Aku sudah lama tidak bersilaturahiim ke tempat beliau.

Jika mengingat-ingat masa SMA, kadang aku senyum-senyum sendiri. Aku tak begitu menyangka, niat berjilbab yang semula karena nazar (ingin diterima di sekolah favorit saat itu) memotivasiku untuk selalu berbuat baik. Tanpa halaqoh, kemungkinan besar istiqomahku dalam berjilbab tidak akan terjaga. Aku sadari, perubahan diri untuk menjadi seorang ‘akhwat’ yang benar-benar ‘akhwat’ membutuhkan proses yang tak instan.
Penampilan jilbabku saat SMA masih asal-asalan pake. Masih pendek, transparan, dan ketat. Ya. Aku masih suka untuk bercelana jeans ketimbang pake rok. Namun, murobbiku saat itu tak pernah mencela penampilanku. Beliau hanya mengapresiasi kami dengan hadiah pin jilbab yang lucu-lucu saat akhir tahun ataupun prestasi karena menghafal beberapa surat. Saat itu, musim jilbabers masih belum jamuran seperti sekarang. Setiap kelas jarang dijumpai siswi yang berjilbab. Di kelasku saja, hanya dua siswi yang berjilbab, sedangkan di kelompok Liqo, semula hanya tiga orang berjilbab, lalu menyeluruh (delapan orang) saat kelas tiga SMA. Semuanya berbondong-bondong memakai jilbab. Kemudian kelompok Liqo SMA-ku menyebar pasca kelulusan. Ada yang di Jakarta, dan sebagian besar di Semarang. Kami kuliah di tempat yang berbeda.

Saat memasuki dunia kampus, aku dituntun lagi untuk memasuki majelis ilmu. Dikelompokkan lagi bersama teman-teman akhwat yang sudah mengikuti Liqo sebelumnya saat di SMA. Mereka berasal dari beberapa daerah; ada yang dari Kuningan, Pekalongan, Yogyakarta, Jakarta, Semarang, dan Ungaran. Penampilan mereka kelihatan begitu bersahaja, sangat sejuk, cantik-cantik dan anggun dengan jilbab lebarnya. Hehehe.. Aku-pun semakin malu sehingga ikut-ikut mengubah tampilan jilbab dan belajar untuk memakai baju yang longgar beserta roknya dan mulai aktif memakai kaos kaki. Aku baru memahami bahwa kaki itu sebagian dari aurat. Semenjak dari itu, aku memiliki kebiasaan baru, yakni mengoleksi kaos kaki. Beberapa kali menabung, Alhamdulillah bisa membeli kaos kaki, jilbab, rok lebar secara bergantian. Maklum, uang jajanku selalu pas-pasan, harus pandai mengirit supaya bisa membeli ini itu.

Murobbi pertamaku di kampus adalah mbak Ratna Zakiyah, orang Sumatera (Riau) yang berhijrah ke Pulau Jawa. Super semangat, aktivis kelas kakap di kampus. Hehehe.. Organisatoris banget-lah, dan cukup membuat motivasiku untuk mengikuti halaqoh dan mengarungi dunia BEM. Usai beliau lulus dari kampus, murobbi kami digantikan oleh mbak Ninin Kholida. Murabbi yang satu ini sangat bijak, dan penampilannya dewasa banget. Beliau lulusan psikologi kemudian mengambil beasiswa master di Fakultas Kesehatan Masyarakat. Saat wisuda murobbi kemarin, Aku sempat berjumpa dengan beliau dan menanyakan kabarnya. Saat ini beliau masih berdomisili di Semarang, bersama dua putra dan suaminya. Wah, benar-benar cerminan keluarga kecil bahagia :)

Ketika aku diamanahi sebagai murobbi, masih banyak perasaan ‘galau’ menyelimuti. Masih banyak merasa dosa sehingga merasa tidak pantas dan selalu merasa tidak pantas. Kemudian, aku teringat saat perjuanganku memakai jilbab. Apakah ada kesamaan di keduanya? Justru dengan jalan tarbiyah, keistiqomahanku semakin terjaga. “Sampaikanlah walau satu ayat..” Jika ilmu itu tidak tersampaikan, maka akan membendung lama di batin lalu batin itu akan semakin tersiksa. Yaa.. Pernah aku mengalami masa-masa depresi, karena sudah lama tak LQ karena belum mendapatkan pengganti murobbi dalam masa transisi (kuliah ke masa kerja). Saat itu, aku merasakan kebuntuan yang luar biasa. Tak mendapatkan transfer ilmu, begitu pula sebaliknya, tak memberikan ‘sesuatu’ yang bermanfaat kepada orang lain. Membaca buku agama-pun tak merasa cukup, dan mengikuti kajian umum tak mendapatkan ketenangan batin yang optimal. Aku kangen dengan Liqo dan berinteraksi dengan teman-teman. Alhamdulillah, Alloh memberikan kesempatan kepadaku bertemu dengan Ibu Sri Ani Handayani (Ibu Ani) dan mengaji bersama beliau.

Bergabung dengan komunitas Liqo Ibu-ibu membuatku kurang percaya diri. Merasa paling muda usianya sehingga tidak banyak bertanya. Alhamdulillah, kemudian kelompok Liqo mengalami rekomposisi, dan aku tergabung dalam kelompok akhwat yang belum nikah. Kali ini, kelompok Liqo-ku dibimbing oleh Mbak Elly Fajar Nurmaningtyas. Seorang Ibu berputra satu yang memiliki jiwa kewirausahaan tinggi. Aku mulai merasa ada kedekatan hati di antara kami, saat kami mulai berani mengekspresikan dan mengungkapkan segala permasalahan di hati.

Dalam Liqo, tentunya ada tujuan yang ingin aku capai. Tujuan ini terangkum dalam sepuluh Muwasafat Tarbiyah.
     1)      Salimul Aqidah (akidah yang lurus) ---> merupakan pondasi yang pertama dan utama. Jika akidah sudah benar, maka unsur kebaikan yang lain akan mengikuti. Tidak ada lagi sesuatu yang patut disembah selain kepada Alloh SWT.
        2)      Sahihul Ibadah (ibadah yang benar) ---> dalam Liqo sering dievaluasi ibadah harian dan bulanan yang berfungsi untuk memantau apakah ibadah sudah terkontrol baik atau belum. Bukan bertujuan untuk pamer ataupun riya’, justru bisa memotivasi apabila ada saudara yang meningkat ibadahnya.
        3)      Matinul Khuluq (akhlak yang baik) ----> tujuan ini sudah jelas. Liqo atau tarbiyah mampu mengubah sifat jahiliyah seseorang menuju akhlakul kharimah secara bertahap. Aku jadi ingat perjuangan Rasulullah yang mampu memberikan perubahan bagi masyarakat jahiliyah Mekkah menjadi kaum beriman kepada Alloh SWT.
     4)      Qawiyul Jism (kuat fisiknya) ----> dengan fisik yang kuat dan sehat, seseorang bisa melakukan apa saja, termasuk dalam meningkatkan amal ruhiyahnya. Ingat, muslim yang kuat lebih dicintai daripada muslim yang lemah. Dalam tarbiyah terdapat program yang bisa meningkatkan kesehatan jasmani, salah satunya adalah rihlah, bertafakur alam sambil olahraga.
     5)      Mujahadah Ala Nafsi (bersungguh-sungguh) ----> tarbiyah juga mengajariku tentang nilai kesungguhan. Kalau aku tidak bersungguh-sungguh mengikuti Liqo, mungkin aku akan mengikutinya dengan setengah hati, bermalas-malasan dan tidak mendapatkan nilai kebaikan secara utuh.  
      6)      Munazzamun Fi Syu’unihi (rapi terhadap segala urusan) ----> misalnya dalam agenda kain flannel yang dibimbing oleh mbak Elly tempo lalu. Program liqo tersebut mampu mengasah keterampilanku dan mengajariku tentang makna kerapian. Tak sekedar mengenal kerapian secara harfiah tetapi juga rapi terhadap segala urusan.
      7)      Harithun ala Waqtihi (manajemen waktu) ---> tarbiyah secara tidak langsung juga mengajariku tentang makna manajemen, yakni mampu mengatur kegiatan secara rapi, terlihat dari perencanaan waktu liqo untuk setiap minggunya.  
     8)      Mutsaqqafal Fikri (wawasan luas) ---> ilmu itu akan bertambah tatkala hadir dalam sebuah majelis ilmu dan saling berbagi kepada yang lain. Sangat berbeda jika hanya membaca buku saja, sebuah ilmu yang dimiliki tidak akan berkembang secara luas.
     9)      Qadiran ala Kasbi (mandiri secara finansial) ----> menghargai tentang makna perjuangan, mandiri dalam segala hal lewat tarbiyah.
     10)  Nafi’un ala Ghairi (ilmu yang bermanfaat) ---> inilah tujuan yang selaras dengan visi hidupku, yakni menjadi seseorang yang bermanfaat ilmunya sampai akhir hayat dan akhirat.

“Tarbiyah bukanlah segala-galanya, tapi segala-galanya dapat dimulai dengan tarbiyah.” Jika aku tak dibina ataupun membina, mungkin aku tak akan menjadi muslimah yang berada di jalan kebaikan. Aku harap keistiqomahan ini akan terus berlanjut sampai kapan-pun jua. Aku mohon petunjuk-Mu, yaa Hadii…
An Maharani Bluepen
080213

2 komentar: