Salam cinta dari Ania

Photobucket

Minggu, 17 Mei 2009

cINTa Dalam Pandangan Islam

a. Islam Mengakui Rasa Cinta Islam mengakui adanya rasa cinta yang ada dalam diri manusia. Ketika seseorang memiliki rasa cinta, maka hal itu adalah anugerah Yang Kuasa. Termasuk rasa cinta kepada wanita (lawan jenis) dan lain-lainnya. “Dijadikan indah pada manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik .”(QS. Ali Imran :14). Khusus kepada wanita, Islam menganjurkan untuk mengejwantahkan rasa cinta itu dengan perlakuan yang baik, bijaksana, jujur, ramah dan yang paling penting dari semau itu adalah penuh dengan tanggung-jawab. Sehingga bila seseorang mencintai wanita, maka menjadi kewajibannya untuk memperlakukannya dengan cara yang paling baik.Rasulullah SAW bersabda,”Orang yang paling baik diantara kamu adalah orang yang paling baik terhadap pasangannya (istrinya). Dan aku adalah orang yang paling baik terhadap istriku”.


b. Cinta Kepada Lain Jenis Hanya Ada Dalam Wujud Ikatan Formal
Namun dalam konsep Islam, cinta kepada lain jenis itu hanya dibenarkan manakala ikatan di antara mereka berdua sudah jelas. Sebelum adanya ikatan itu, maka pada hakikatnya bukan sebuah cinta, melainkan nafsu syahwat dan ketertarikan sesaat.Sebab cinta dalam pandangan Islam adalah sebuah tanggung jawab yang tidak mungkin sekedar diucapkan atau digoreskan di atas kertas surat cinta belaka. Atau janji muluk-muluk lewat SMS, chatting dan sejenisnya. Tapi cinta sejati haruslah berbentuk ikrar dan pernyataan tanggung-jawab yang disaksikan oleh orang banyak.Bahkan lebih ‘keren’nya, ucapan janji itu tidaklah ditujukan kepada pasangan, melainkan kepada ayah kandung wanita itu. Maka seorang laki-laki yang bertanggung-jawab akan berikrar dan melakukan ikatan untuk menjadikan wanita itu sebagai orang yang menjadi pendamping hidupnya, mencukupi seluruh kebutuhan hidupnya dan menjadi `pelindung` dan ‘pengayomnya`. Bahkan `mengambil alih` kepemimpinannya dari bahu sang ayah ke atas bahunya.Dengan ikatan itu, jadilah seorang laki-laki itu `the real gentleman`. Karena dia telah menjadi suami dari seorang wnaita. Dan hanya ikatan inilah yang bisa memastikan apakah seorang laki-laki itu betul serorang gentlemen atau sekedar kelas laki-laki iseng tanpa nyali. Beraninya hanya menikmati sensasi seksual, tapi tidak siap menjadi the real man.m Dalam Islam, hanya hubungan suami istri sajalah yang membolehkan terjadinya kontak-kontak yang mengarah kepada birahi. Baik itu sentuhan, pegangan, cium dan juga seks. Sedangkan di luar nikah, Islam tidak pernah membenarkan semua itu. Kecuali memang ada hubungan `mahram` (keharaman untuk menikahi). Akhlaq ini sebenarnya bukan hanya monopoli agama Islam saja, tapi hampir semua agama mengharamkan perzinaan. Apalagi agama Kristen yang dulunya adalah agama Islam juga, namun karena terjadi penyimpangan besar sampai masalah sendi yang paling pokok, akhirnya tidak pernah terdengar kejelasan agama ini mengharamkan zina dan perbuatan yang menyerampet kesana.Sedangkan pemandangan yang lihat dimana ada orang Islam yang melakukan praktek pacaran dengan pegang-pegangan, ini menunjukkan bahwa umumnya manusia memang telah terlalu jauh dari agama. Karena praktek itu bukan hanya terjadi pada masyarakat Islam yang nota bene masih sangat kental dengan keaslian agamanya, tapi masyakat dunia ini memang benar-benar telah dilanda degradasi agama.Barat yang mayoritas nasrani justru merupakan sumber dari hedonisme dan permisifisme ini. Sehingga kalau pemandangan buruk itu terjadi juga pada sebagian pemuda-pemudi Islam, tentu kita tidak melihat dari satu sudut pandang saja. Tapi lihatlah bahwa kemerosotan moral ini juga terjadi pada agama lain, bahkan justru lebih parah.Meng

c. Pacaran Bukan Cinta
Melihat kecenderungan aktifitas pasangan muda yang berpacaran, sesungguhnya sangat sulit untuk mengatakan bahwa pacaran itu adalah media untuk saling mencinta satu sama lain. Sebab sebuah cinta sejati tidak berentu sebuah perkenalan singkat, misalnya dengan bertemu di suatu kesempatan tertentu lalu saling bertelepon, tukar menukar SMS, chatting dan diteruskan dengan janji bertemua langsung.Semua bentuk aktifitas itu sebenarnya bukanlah aktifitas cinta, sebab yang terjadi adalah kencan dan bersenang-senang. Sama sekali tidak ada ikatan formal yang resmi dan diakui. Juga tidak ada ikatan tanggung-jawab antara mereka. Bahkan tidak ada ketentuan tentang kesetiaan dan seterusnya.Padahal cinta itu memiliki, tanggung-jawab, ikatan syah dan sebuah harga kesetiaan. Dalam format pacaran, semua instrumen itu tidak terdapat, sehingga jelas sekali bahwa pacaran itu sangat berbeda dengan cinta.

d.
Pacaran Bukanlah Penjajakan / Perkenalan
Bahkan kalau pun pacaran itu dianggap sebagai sarana untuk saling melakukan penjajakan, perkenalan atau mencari titik temu antara kedua calon suami istri, bukanlah anggapan yang benar. Sebab penjajagan itu tidak adil dan kurang memberikan gambaran sesungguhnya dari data yang diperlukan dalam sebuah persiapan pernikahan.Dalam format mencari pasangan hidup, Islam telah memberikan panduan yang jelas tentang apa saja yang perlu diperhitungkan. Misalnya sabda Rasulullah SAW tentang 4 kriteria yang terkenal itu.

Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW berdabda,”Wanita itu dinikahi karena 4 hal : [1] hartanya, [2] keturunannya, [3] kecantikannya dan [4] agamanya. Maka perhatikanlah agamanya kamu akan selamat. (HR. Bukhari Kitabun Nikah Bab Al-Akfa’ fiddin nomor 4700, Muslim Kitabur-Radha’ Bab Istihbabu Nikah zatid-diin nomor 2661)

Selain keempat kriteria itu, Islam membenarkan bila ketika seorang memilih pasangan hidup untuk mengetahui hal-hal yang tersembunyi yang tidak mungkin diceritakan langsung oleh yang bersangkutan. Maka dalam masalah ini, peran orang tua atau pihak keluarga menjadi sangat penting.Inilah proses yang dikenal dalam Islam sebaga ta’aruf. Jauh lebih bermanfaat dan objektif ketimbang kencan berduaan. Sebab kecenderungan pasangan yang sedang kencan adalah menampilkan sisi-sisi terbaiknya saja. Terbukti dengan mereka mengenakan pakaian yang terbaik, bermake-up, berparfum dan mencari tempat-tempat yang indah dalam kencan. Padahal nantinya dalam berumah tangga tidak lagi demikian kondisinya.Istri tidak selalu dalam kondisi bermake-up, tidak setiap saat berbusana terbaik dan juga lebih sering bertemua dengan suaminya dalam keadaan tanpa parfum. Bahkan rumah yang mereka tempati itu bukanlah tempat-tempat indah mereka dulu kunjungi sebelumnya. Setelah menikah mereka akan menjalani hari-hari biasa yang kondisinya jauh dari suasana romantis saat pacaran.

Maka kesan indah saat pacaran itu tidak akan ada terus menerus di dalam kehidupan sehari-hari mereka. Dengan demikian, pacaran bukanlah sebuah penjajakan yang jujur, sebaliknya sebuah penyesatan dan pengelabuhan.
Dan tidak heran kita dapati pasangan yang cukup lama berpacaran, namun segera mengurus perceraian belum lama setelah pernikahan terjadi. Padahal mereka pacaran bertahun-tahun dan membina rumah tangga dalam hitungan hari. Pacaran bukanlah perkenalan melainkan ajang kencan saja.

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.
Diposting oleh uul_fahrian

Bersamamu, ujian itu...

BERSAMAMU, UJIAN ITU…

Bagi teman2 yang memiliki masalah atau problem yang terus melanda tiada henti coba deh simak cerita di bawah ini..Jangan lupa resapin sarat hikmah yang terkandung di dalamnya,yaa……

Ummu Sulaim bintu Milhan, itulah tokoh utama kisah ini. Ia menikah dengan Abu Thallah AL Anshari. Kisah agung pernikahan suci mereka berlanjut hingga saat mereka sudah dikaruniai seorang putra.
Suatu hari, putra mereka megalami sakit keras dalam waktu yang cukup lama. Semakin hari semakin parah sakit yang diderita anak itu, sedangkan sang ayah harus melanjutkan usaha perniagaan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Dan tebak apa yang terjadi?!
Allah berkehendak mengambil anak kecil itu dari kehidupan Abu Thallah dan Ummu Sulaim ketika sang ayah tak ada di rumah,.
Ummu Sulaim pun berkata kepada keluarganya, ”Janganlah kalian memberitahu suamiku atas apa yang terjadi pada anak kami ini. Biarkanlah saya sendiri saja yang akan menyampaikannya..”

Jasad sang putra lalu disimpan di ruang tertutup.

Kemudian Ummu Sulaim mengenakan busana yang paling bagus dan mempersiapkan hidangan istimewa ketika suaminya pulang. Pada waktu itu, Abu Thallah menanyakan keadaan sang putra tercinta.

Lalu bagaimana jawaban Ummu suLaim?

Dengan tegar dan tanpa reaksi kesedihan yang begitu mendalam, beliau menjawab “Dia sekarang jauh lebih tenang dari sebelumnya..” jawaban ini sangat melegakan Abu Thallah, namun yang dimaksud Ummu pasti berbeda dari pemahaman suaminya.

Kemudian Ummu Sulaim melayani suaminya dengan luar biasa hebatnya. Meskipun sebenarnya ia dirundung duka yang sangat dalam ketika ditinggal anak tercinta, ia ingin beban kesedihan dan nestapa yang didengar suaminya nanti terkurangi dengan sambutannya malam ini.

“Wahai suamiku, bagaimana pendapatmu ketika ada seseorang yang menitipkan barang kepadamu lalu orang tersebut mengambil barangnya kembali? Patutkah dirimu merasa keberatan?”
“Sebenarnya tidak boleh begitu..saya wajib untuk mengembalikannya dengan penuh keikhlasan. Bukankah barang itu bukan milikku?”
Ummu Sulaimpun berkata, “Kalau begitu ketahuilah, bahwa putra kita adalah milik ALLah yang dititipkan Allah kepada kita. Ikhlaskanlah putra kita, karena kini Sang Pemilik sudah mengambil barang titipannya..”

Bagaimana reaksi Abu Thallah mendengar pernyataan lembut istrinya ini?

Dengan menahan kesedihan, keharuan, dan kejengkelan pada istrinya, Abu Thallah pergi menemui Rasulullah SAW. Dia laporkan apa yang telah dilakukan Ummu Sulaim kepadanya. Namun sungguh terkejut ketika Abu Thallah mendengar jawaban Rasulullah saw..
Rasul mulia itu bersabda, ”Pengantinankah kalian berdua semalam? Mudah-mudahan Allah memberikan barakah kepada kalian berdua atas malam yang kalian lewati bersama.”

Benarlah apa yang beliau sabdakan. Tak lama kemudian Ummu Sulaim mengandung dan ketika lahir bayi ini bernama ABDULLAH. Perawi hadist mengatakan bahwa Abdullah memiliki sembilan orang putera yang semuanya adalah Qari, penghafal Al Quran. Inilah barakah malam itu. Inilah yang dilahirkan oleh wanita mukminah dan sakinah.
(HR Al Bukhori, Muslim, dan Abu Dawud)

Ummu Sulaim, Radhiyallahu ‘Anha, yap! begitu mulianya pribadi ini. Ia tidak bisa berkata apapun apalagi menangis di hadapan suaminya yang sangat lelah, dipenuhi kekhawatiran dan kegelisahan. Ia justru hidangkan yang terbaik, berdandan dengan elok, serta memberikan waktu hingga suaminya merasa rileks, tenang dan puas. Dalam kondisi emosi suami yang stabil, baru ia menceritakan musibah itu dengan bahasa yang empatik. Perumpamaan yang membuat suaminya tak bisa berkata apa-apa..
“Ikhlaskanlah putra kita, karena Sang Pemilik sudah mengambil barang titipanNya.”

Hmm..begitu terharu An setelah menyimak cerita ini.
Benar-benar tersentuh..
Terima kasih kepada Akh Salim Akhukuh Fillah yang telah menyelip kisah sarat hikmah ini dalam buku yang berjudul: NIKMATNYA PACARAN SETELAH MENIKAH.

At the last..An ingin menyampaikan...Salah satu ayat yang menghibur aN ketika menghadapi ujian ialah...
”Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari amal) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari dosa) yang dikerjakannya. ’Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau atau tersalah. Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkau Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.”
QS AL BAQARAH:285-286)